DARAH, AIR MATA, DAN KETERUSIRAN MUSLIM ROHINGYA



DARAH, AIR MATA, DAN KETERUSIRAN
MUSLIM ROHINGYA

Oleh : Ruslin,S.Ak
Email : ruslin@akuntanindonesia.or.id


A.           Pengantar
Sebuah laporan dari para aktivis menyebut pasukan keamanan Myanmar melakukan pembantaian etnis Muslim Rohingya secara besar-besaran dalam sepekan. Dalam laporan disebutkan, sekitar 130 orang, termasuk wanita dan anak-anak Rohingya dibunuh. Pembantaian massal seperti dilaporkan ABC Jumat (1/9/2017) dengan mengutip dua sumber terpisah, terjadi di Desa Chut Pyin, dekat Kota Rathedaung, Myanmar barat. Sejauh ini laporan menurut saya cukup kredibel menyebutkan sekitar 130 orang termasuk wanita dan anak-anak terbunuh,” kata Chris Lewa, Direktur The Arakan Project, lembaga kemanusiaan yang bekerja dengan komunitas Rohingya. "Itu terjadi pada hari Minggu ketika pasukan keamanan tiba-tiba mengepung seluruh wilayah, bersama dengan penduduk desa Rakhine, sepertinya ini adalah pembantaian besar-besaran di Rathedaung,” kata Lewa.  Sebuah video yang diterima ABC dari pemantau hak asasi manusia menunjukkan Desa Chut Pyin dibakar dan ada kuburan yang baru digali berisi jasad orang-orang yang dibunuh. ”Di sinilah mayat-mayat dari Desa Chut Pyin dikuburkan, mereka mengubur 10-20 mayat, meletakkan dua sampai tiga mayat di setiap lubang,” kata seorang pria tidak dikenal di video tersebut.  Kuburan tersebut diduga digali pada hari Minggu malam di Desa Ah Htet Nan Yar, sebelah selatan Chut Pyin. Kuburan itu berisi banyak mayat yang diduga dibakar pasukan keamanan Myanmar. ”Sejauh ini mereka telah mencatat sekitar 135 nama di daftar kematian (di desa),”lanjut pria yang memberikan kesaksian dalam video tersebut.
PBB mengatakan 27.000 warga Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh sejak Jumat pekan lalu, namun Lewa mengatakan bahwa itu baru permulaan. ”Saya pikir kita akan melihat eksodus besar-besaran ke Bangladesh, puluhan ribu orang, mungkin ratusan ribu orang yang akan berakhir di Bangladesh,” katanya. Fotografer dan pemantau hak asasi manusia Saiful Huq Omi yang telah mengikuti isu kekerasan di Rakhine selama lebih dari satu dekade mengatakan bahwa putaran kekerasan terbaru ini belum pernah terjadi sebelumnya. ”Terkadang kita melihat pemerkosaan, penyiksaan, pemerasan, dan cara-cara lain yang sistematis telah digunakan, namun kali ini merupakan inisiatif penuh untuk benar-benar menghilangkan orang Rohingya dari tanah mereka,” katanya. Pemerintah Myanmar mengatakan bahwa pihaknya melakukan tindakan militer yang dapat dibenarkan terhadap ancaman teroris. Namun bagi banyak pengamat, "operasi pembersihan" menjurus pada pembersihan etnis. (https://international.sindonews.com/read/1235782/40/korban-130-orang-muslim-rohingya-dibantai-besar-besaran-1504228502/11) diakses 2/9/2017



B.            Sejarah dan Keterusiran Etnis Rohingya
Etnis Rohingya adalah penganut Islam yang terkonsentrasi di negara bagian Rakhine (sebelumnya disebut Arakan) sebuah daerah di pesisir Myanmar. Menurut data Kementerian Imigrasi dan Kependudukan Myanmar Jumlah mereka ada sekitar 1,33 juta jiwa. Dimana Undang-Undang Kewarganegaraan Myanmar secara jelas menyebutkan tidak mengakui Etnis Rohingya hanya kerena disebabkan perbedaan Agama, fahaman, dan juga warna kulit mereka dianggap sebagai pendatang yang datang dari Banglades namun sebenarnya Silsilah mereka adalah berasal dari para pedagang Bangsa Arab yang telah lama dan berabad-abad tepatnya sejak Abad ke-7 (tujuh) Masehi malalui perjalanan darat dan laut menjadikan Arakan sebagai tempat persinghan para pedagang, prajurit dan ulama yang menyebarkan ajaran Islam sehingga kemudian bercampur dengan penduduk setempat. Percampuran suku tersebut terbentuklah suku baru yaitu Suku Rohingya. Muslim Myanmar hingga sekarang hanya sekitar 4% dari total populasi di negara tersebut sehingga praktis menjadikan etnis Rohingya sebagai kaum minoritas namun satu yang paling penting eksistensi mereka telah ada jauh sebelum Negara Myanmar itu Lahir/Merdeka sekalipun pada 1948.
Mereka yang sejak lama tinggal di perbatasan Myanmar dan Bangladesh ini turut merasakan ketika kedua negara itu masih menjadi jajahan Inggris. Setelah Myanmar merdeka pada tahun 1948, kaum Muslim Rohingya mulai mendapat kesulitan dan diperlakukan secara buruk, sebab mereka tidak dianggap sebagai warganegara Myanmar. 23 tahun kemudian tepat pada 1971, Bangladesh memproklamasikan diri sebagai negara merdeka. Kesempatan ini menjadi harapan bagi etnis Rohingya untuk bisa terakomodir di Bangladesh. Namun, meski sama-sama beragama Islam, etnis Bengali sebagai kaum mayoritas di Bangladesh enggan mengurusi mereka dan bahkan enggan mengakui mereka. Saat mencoba mendekat, mereka diusir. Itulah sebabnya mereka akhirnya terpaksa tetap bertahan dan menetap di Myanmar kondisi itu kemudian membuat kenestapaan yang bertubi-tubi dialami Etnis Rohinya bayangkan saja pembantaian dan keterusiran yang menyayat hati  sejak tahun 1824 terus  berulang sekan tanpa penyelesaian hingga detik ini terus terjadi pembantaian itu yang menewaskan orang tua, wanita, anak-anak ditambah lagi mereka anak-anak kaum muslimin dilarang mendapatkan pendidikan kemudian untuk mengurangi populasi kaum muslim disana samapi dilarang untuk menikah dan memiliki anak, dilarang untuk memiliki harta dan rumah sebuah keterisolasian dan pemboikotan yang tiada diterima oleh kemanusiaan dikolong langit manapun jua.

C.           Darah dan Air Mata Muslim Muslim Rohingya
Derita dan kenestapaan umat islam yang terjadi di Suriah telah mendorong jutaan mata dan banyak orang untuk berkunjung kesana karena diyakini akan keberkahan tempat atas negeri-negeri di Suriah tersebut. Namun berbeda dengan derita umat dan kenestapaan islam yang tinggal di perbatasan Banglades dan Myanmar ini. Etnis Muslim Rohingya yang hidup dalam keterkepugan yang sangat ketat dan Genosida (Pembunuhan besar-besaran secara berencana)  sedang dialami umat islam minoritas disana, kita bisa membayangkan bagaimana ketika sebuah wilayah kecil yang dihuni sampai ratusan ribu jiwa mereka tidak bisa keluar dari tempat mereka karena berbagi lapisan junta militer dan kaum Budha Myanmar yang kemudian memboikot mereka sehingga jalan keluar mereka itu hanya tinggal satu yaitu melewati laut dan menerjang ganasnya ombak lautan dengan tanpa persediaan atau bekal apapun hal tersebut dilakukan karena keterdesakan dan rasa takut yang tiada terperih.
Telah terpampang oleh kita bagaimana foto-foto dan rekaman video pembantain yang terjadi disana misalnya ada laki-laki yang dibakar hidup-hidup dimasjid kemudian anak-anaknya dipotong-potong dagingnya, wanita-wanita yang diperkosa, Rumah-rumah dibakar, seorang ayah dan anak-anak muda yang membela diri dan keluarganya kemudian dimasukan kedalam lubang dan ditembaki hingga tewas becucuranlah darah dan air mata atas kepedihan yang tiada bisa diungkapkan dengan kata-kata. Semua itu telah dipersaksikan atas keaslian foto dan video tersebut oleh organisasi kemanusiaan dan media yang mencoba masuk untuk memberikan bantuan dan memberitakan kondisi disana dimana katanya begitu sulit masuk disana karena keterhalauan oleh militer Myanmar yang sangat kejam dan ketat bahkan tidak bisa langsung masuk ke Rohingnya kecuali telah diperiksa dengan sedemikian ketatnya. Kalaupun terpaksa karena ada tekanan pihak luar yang membolehkan bantuan itu masuk ke Rohingya terlebih dahulu warga Rohingya ditakut takuti dengan diancam pistol dan senjata jangan sampai ada yang bicara apapun pada organisasi kemanusian atau NGO atau media yang masuk memberikan bantuan dan memberitakan kondisi disana kalau ada yang sampai bicara maka mereka akan dibakar dan dibunuhi. Sehingga ketika ada organisasi kemanusiaan yang masuk atau NGO yang memberikan bantuan itu masuk kemudian bertanya kepada  mereka maka dengan terpaksa mengatakan tidak terjadi apa-apa karena dibawah bayang-bayang ancaman militer yang kejam itu, setelah pemberi bantuan kemanusian itu pergi meninggalkan berbagai logistik dan bantuan yang ada kemudian diambil secara paksa sebagai jata militer yang kemudian disisakan hanya sedikit untuk jata mereka warga Rohingya.
Apa yang terjadi di Rohingya jeritan umat Islam disana tidak pernah terdengar oleh telinga kita, Tidak pernah terlihat oleh mata kita, Padahal tiap harinya mereka terbunuh dan darah mereka ditumpahkan membasahi bumi Rohingya, Air Mata Ketertindasan dan ketakutan mengalir deras tanpa ada yang tahu diantara kita. Bandingkan dengan orang kafir yang meninggal di Eropa sana terdengar nyaring hingga membuat bengkak telinga kita,  orang yang meninggal  kena kopi sianida saja beritanya tiada berkesudahan sampai dua bulan tak selesai beritanya yang membuat kita bosan. Tapi orang Rohingya meninggal tiap hari dibakar, dibunuh, dicincang, ditembaki itu kemudian kita tak pernah dengar.  Sehingga kita bertanya-tanya ada apa dengan harga kaum muslimin sampai segitu murahnya sampai kita tak dapat berbuat apa-apa.

D.           Mencari Solusi Tuntas
Solusi yang digiatkan seakan tidak tuntas, saat ini kita hanya bisa berdoa dan membantu dengan Harta tapi sebenarnya konflik fisik tak akan selesai dengan hanya itu, Lihatlah bagaimana Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyebut Etnis Rohinya sebagai minoritas paling teraniaya di dunia dan menurut kami PBB terbukti lambat dan gagal dalam menyelesaian masalah ini dengan bukti yang terpampang didepan mata kita karena berlarut- larutnya masalah ini seakan tak mengenal ujung tepinya atas pembantaian yang ada, lihat pula ASEAN tidak memberikan tindakan tegas pada Myanmar bayangkan saja bahkan Negara-negara tetangga terdekat yang notabene anggota ASEAN enggan menerima pengungsi Rohingya, lihat pula Indonesia hanya sekedar menyesalkan, Dunia juga hanya bisa mengecam tanpa aksi nyata.
Kejahatan tersebut telah dilakukan secara berencana dengan propaganda “Pembersihan Etnis” yang didukung oleh kekuatan Pemerintah dan Militer disana yang disemarakan melalui kuil-kuil di Myanmar gerakan ini diketuai oleh Tokoh Agama Budha terkenal yaitu Biksu Ashin Wirathu atas kebencian yang mendalam pada Etnis Rohinya karena dia Percaya Etnis Rohingya yang akan membahayakan penduduk Myanmar karena mereka penganut Agama Islam. Ashin Wirathu yang mendapat perhatian dunia itu dinobatkan oleh Majalah “TIME” yang terkemuka sebagai “The Face of Buddist Terror” (Wajah Teroris Budha) pada tahun 2013. Ditambah lagi kita ketahui di Myanmar ada seorang Pendekar Demokrasi Tokoh terkemuka Myanmar yang pernah mendapat hadiah Nobel Perdamaian yakni Aung San Suu Kyi, tetapi ternyata dia tidak mau berbuat apa-apa dan malah mendukung pembantaian tersebut dengan perasaan tega yang tak berperikamanusiaan.
Solusi tuntasnya kita tidak hanya berharap pada individu semata namun kita harus kembali pada persatuan umat atas ukhuwah islam yang akan menghilangkan sekat-sekat imajiner demokrasi, sekat-sekat ikatan etnis/bangsa, suku, dan nasionalisme yang bersatu dalam institusi pemersatu negara adidaya yang kuat yaitu Khilafah Islam yang akan lebih fair dalam kekuatan. Persatuan umat itu kemudian akan melahirkan perasaan yang didorong atas kesadaran iman yang kokoh bahwa masalah kaum muslim dibelahan bumi manapun jua menjadi masalah bersama umat islam sehingga umat islam mendapat kehormatanya kembali sebagaimana predikat yang telah diberikan Allah SWT. sebagai Khairu Ummah (Umat yang Terbaik) bayangkan saja umat Islam yang berjumlah kurang lebih 1,6 milyar jiwa tanpa persatuan menjadi sangat lemah dan seperti buih dilautan namun tidak bisa berbuat banyak, dengan mudah diremehkan oleh orang-orang kafir yang membenci islam dan lihatlah pulah ketika kita bersatu.
 Masihah kita mengatakan bahwa Khilafah bukan Ajaran Islam? tengoklah kembali masalah umat islam yang tiada terperih saat ini ketika bosnia telah luluh lantah, kaum muslim di afrika tengah yang terusir, kaum muslim di palestina yang diperangi, irak-afganistan-suriah yang hancur lebur atas adudomba, muslim di Cina yang mendapat perlakuan keji, ditambah entis Rohingya yang sedang dibantai kini.
Kemudian bandingan tatkala khilafah masih tegak berdiri, dimana dikisahkan ketika seorang budak muslimah yang minta tolong karena diganggu dan dilecehkan kehormatanya oleh orang  Romawi, kainya dikaitkan kepaku sehingga ketika berdiri terlihatlah sebagian dari auratnya. Wanita budak itupun kemudian berteriak memanggil-manggil nama Khalifah Al-Mu’tashim Billah dengan panggilan “Waa Mu’tashimaah !” “dimana kau Mutashim…tolonglah aku !”,
Setelah mendengar laporan atas pelecehan itu maka sang Khalifah kemudian mengumpulkan dan menurunkan puluhan ribu bala tentara kaum muslimin yang dibariskan sepanjang kota dari Baghdad (Ibukota khilafah saat itu) sampai kekota Amuriah untuk menyerbu dan sekaligus membebaskan kota tersebut. Disebutkan ada 30.000 prajurit Romawi terbunuh dan 30.000 lagi menjadi tawanan. Bayangkan harga seorang budak wanita lebih mahal dari 30.000 pasukan Romawi, Harga diri seorang budak wanita lebih mahal dari kota Amuriah. Itulah perisai umat islam yang tiada terkoyahkan dan atas darah, harga dan kehormatan umat islam menjadi terjaga, sungguh ketiadaannya menjadi pangkal dari segala macam masalah umat.

E.            Khatimah
Ikatan atas dasar Ukhuwah lebih kuat dan kokoh untuk mempersatukan Umat Islam sedunia, Selama ini Umat Islam lemah karena hanya dipersatukan oleh ikatan yang lemah pula atas dasar etnis, suku dan nasionaliseme hingga menyekat-nyekat urusan masing-masing tanpa peduli urusan yang lain. Satu-satunya solusi bagi masalah umat islam adalah kembali bersatu dalam ikatan ukhuwah islamiyah dan institusi pemersatu yakni khilafah Islam. [Waullahu a’lam bishawab]

Komentar